Mengapa Masyarakat Masih Saja Terjebak Fintech Pinjol Ilegal?
Sampai sekarang, masih saja banyak masyarakat yang menjadi korban fintech pinjol ilegal. Masih ingat dengan kasus ibu guru TK di Malang kan? Untung saja, dengan bantuan berbagai pihak, masalah ibu guru sudah bisa diatasi.
Namun, yang bernasib lebih kurang beruntung lainnya masih banyak. Bahkan, ada yang tak terselesaikan. Sebenarnya, dari pihak regulator sendiri sudah cukup sigap dalam menanggapi fenomena ini. Sepanjang tahun 2020, OJK bersama Satgas Waspada Investasi telah menutup tak kurang dari 1.200 pinjol ilegal. Selain jejak rekam oleh OJK, terdapat juga data bahwa sampai dengan awal tahun 2021, YLKI telah menerima ribuan laporan aduan terkait layanan jasa keuangan, dan 33% di antaranya adalah kasus pinjol ilegal.
Tentu saja, hal ini memprihatinkan.
Apa sih yang menyebabkan kasus pinjol ilegal yang menjerat korban-korban ini seakan tak bisa habis diberantas? Mari kita lihat.
5 Penyebab Masih Saja Banyak Korban Pinjol Ilegal
1. Kurangnya keterampilan pengelolaan keuangan
Mengajukan peminjaman dana memang tak dilarang, namun sebaiknya harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Keperluannya harus benar-benar penting, sehingga nantinya peminjaman dana pun akan ada manfaatnya.
Sudah tahu kan, beda utang konsumtif dan utang produktif? Pada praktiknya, seseorang juga tak bisa dilarang untuk melakukan utang konsumtif, apalagi jika nanti mampu mencicil dengan uangnya sendiri. Karena itu, pengetahuan pengelolaan keuangan yang baik diperlukan.
Sungguh sayang, jika hanya karena kurang baik literasi keuangannya, seseorang menjadi harus berurusan dengan rentenir online. Apalagi jika utangnya tak dibarengi dengan pengembangan aset. Artinya, seiring utangnya lunas, maka semakin minus pula nilai kekayaan bersihnya.
Semua karena kurangnya keterampilan pengelolaan keuangan, kita jadi tidak bisa memilah, mana keinginan dan mana kebutuhan.
So, ini adalah tugas kita semua untuk saling mengedukasi. Mulailah dari bagaimana mengelola cash flow dengan baik, sehingga tak perlu lagi meminjam dana karena kepepet dan terjerat bunga tinggi.
2. Belum paham beda pinjol ilegal dan legal
Banyak sekali kasus terjadi ketika korban meminjam dana dari pinjol ilegal.
Buktinya, banyak aduan yang melaporkan cara-cara penagihan yang tidak beretika. Ini adalah ciri khas pinjol ilegal. Fintech pendanaan legal, yang sudah memiliki izin resmi OJK dan menjadi anggota AFPI, tidak akan melakukan berbagai tindakan penagihan pinjaman yang semena-mena; seperti mengintimidasi, mengancam, melecehkan, sampai bullying.
AFPI memiliki berbagai prinsip dasar bisnis yang harus ditaati oleh seluruh anggotanya. Jika terbukti terjadi pelanggaran, maka akan ada sanksi yang berlaku.
Pinjol ilegal tentu saja tidak akan terkena sanksi dari AFPI, tetapi mereka akan berhadapan dengan OJK maupun pihak kepolisian. Namun sebelum itu, dibutuhkan pemahaman dari kita sendiri mengenai beda pinjol ilegal dan fintech pendanaan yang resmi. Dengan bisa membedakan antara keduanya, kita pun bisa menghindari jeratan para rentenir online ini, dan menyelamatkan hidup kita ke depannya.
3. Malas membaca syarat dan ketentuan
Masih banyaknya korban jeratan pinjol ilegal juga terjadi akibat masyarakat kurang mau membaca dan memahami syarat dan ketentuan fintech yang bersangkutan.
Memang kadang ini hanya berupa centang kecil saja. Tetapi, ketika kita memberikan izin (biasanya dengan mencentang kotak kecil), ternyata itu berarti kita sudah dianggap setuju berbagai aturan yang diajukan oleh fintech pinjol. Padahal bisa saja dalam syarat dan ketentuan tersebut sudah disebutkan aturan bahwa kita mengizinkan aplikasi pinjol untuk mengakses kamera sampai daftar kontak kita—yang biasanya merupakan salah satu indikasi pinjol ilegal.
Ada baiknya, Anda selalu mencermati setiap syarat dan ketentuan berlaku, apalagi jika menyangkut keuangan. Jika ingin meminjam dana dari suatu pihak, pastikan Anda memahami cara kerjanya, sekaligus tahu berapa limit pinjaman yang bisa diberikan, berapa tenor yang biasanya berlaku, berapa bunga yang dibebankan, sampai dengan jika ada keterlambatan, akan ada konsekuensi apa. Pastikan semuanya jelas di awal.
4. Mudah tergiur
Pinjol ilegal biasanya memang menawarkan lebih banyak kemudahan. Memberikan pinjaman tanpa adanya verifikasi dan syarat saja sudah menjadi daya tarik tersendiri. Siapa yang tak akan tergiur bisa mendapatkan dana dengan cepat, dengan syarat yang begitu ringan dan cair begitu kilat?
Mudahnya masyarakat tergiur tak ayal membuat banyak pihak ingin memanfaatkannya. Penawaran pun semakin menjadi. Tak hanya beriklan di media sosial, banyak pinjol ilegal yang gencar menawarkan produknya melalui SMS. Tentu, hal ini menjadi masalah tersendiri, betul? Apalagi bagi mereka yang memang belum “tersentuh” oleh edukasi literasi keuangan yang baik.
5. Patah tumbuh hilang berganti
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa sepanjang tahun 2020 saja, OJK telah menutup ribuan perusahaan fintech pinjol ilegal. Namun, hal ini semacam usaha yang sia-sia, lantaran banyak fintech yang pagi ditutup, sore sudah muncul lagi dengan nama yang lain.
Karenanya, satu-satunya cara adalah mengedukasi diri kita masing-masing, mulai dari bagaimana mengelola keuangan dengan baik hingga mengenali mana fintech pendanaan legal yang sudah menjadi anggota AFPI dan fintech pinjol ilegal yang dapat merugikan.
Dengan demikian, sampai di sini, seharusnya kita sekarang dapat memahami; untuk memerangi menjamurnya pinjol ilegal dan menghindarkan diri kita dari jeratannya, kita harus memulainya dari diri sendiri. Edukasi diri sendiri, dan menjadi bijak dalam mengelola keuangan ke depannya. Kita harus sadar, bahwa di balik segala kemudahan yang ditawarkan oleh fintech pinjol ilegal, ada “harga” tersembunyi yang harus menjadi konsekuensi.
Dan, kita juga harus ingat, bahwa meskipun pihak perusahaan pinjol ilegal sudah ditutup dan ditangani oleh pihak berwenang, itu bukan berarti lantas pinjaman kita secara otomatis lunas. Kewajiban untuk mengembalikan dana yang kita pinjam itu tetaplah ada, mengikat kita, dan harus segera diselesaikan sesegera mungkin.