Image Description

Bukan Pinjol, AFPI unjuk gigi Fintech Lending Indonesia di ajang London Tech Week

London, United Kingdom - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) hadir di London, Inggris memenuhi undangan KADIN Indonesia dalam sesi diskusi ASEAN BAC-UK sekaligus hadir pada kegiatan London Tech Week 10-14 Juni 2024. Kegiatan ini mempertemukan para pengusaha teknologi, investor, dan pemangku kepentingan lainnya untuk berkumpul dan berkolaborasi dalam mendorong inovasi teknologi. AFPI memanfaatkan kesempatan ini untuk memamerkan kemajuan industri fintech peer-to-peer (P2P) lending Indonesia dan menjalin hubungan dengan para pemangku kepentingan global. Hadir pada giat tersebut Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar didampingi oleh Ketua Bidang Humas AFPI Kuseryansyah dan Direktur Eksekutif AFPI Yasmine Meylia. Dalam kesempatan side event Fireside Chat bersama mahasiswa Indonesia pada 11 Juni 2024 di Cambridge University, Judge Business School, United Kingdom, Entjik menyampaikan tantangan perkembangan fintech P2P lending di Indonesia yang masih begitu besar. Proyeksi credit gap 2026 yang semakin membesar menurut MSME Market Study and Policy Advocacy EY menjadi 2.400 triliun rupiah per tahun. Hal ini merupakan gambaran peluang bisnis yang besar sekaligus sebagai tantangan bagaimana para pemangku kepentingan dapat memberikan akses pembiayaan alternatif bagi UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Diskusi tersebut berjalan dinamis dan produktif, di mana mahasiswa program MBA dan Magister Finance menyampaikan ketertarikannya pada berbagai isu mulai inklusi keuangan, perlindungan konsumen, tantangan hubungan bank dan fintech, hingga terkait pinjol ilegal. Entjik menyampaikan bahwa besarnya segmen masyarakat unbanked and underserved membuat kehadiran fintech P2P lending atau yang sering dipersepsikan masyarakat sebagai pinjaman online (pinjol) semakin signifikan di Indonesia. Terutama dalam rangka memberikan layanan keuangan inklusif menggunakan keandalan teknologi dan pemanfaatan data-data alternatif. “Namun misi mulia itu dicemari dengan hadirnya pinjol ilegal yang beroperasi dengan cara melawan hukum dan melakukan penagihan yang kasar tidak memperhatikan etika,” tambahnya. Dalam kesempatan tersebut Arief, mahasiswa MBA Judge Business School, Cambridge University mengusulkan agar AFPI melakukan rebranding menjadi Pindar (pinjaman daring). “Ini dilakukan agar terbebas dari imej negatif pinjol yang sudah menjadi kesadaran masyarakat,” kata Arief. Kunjungan AFPI Pada 12 Juni, AFPI melakukan audiensi dengan TheCityUK (Asosiasi Lembaga Jasa Keuangan UK). Pada audiensi ini, AFPI disambut oleh Zhouchen Mao selaku Head, Asia Pacific, Rosalie Brown, Senior Executive, Technology, dan Qiuyu Chen, Senior Executive Asia Pacific TheCityUK. Dalam diskusi tersebut, AFPI memaparkan manfaat dan peluang industri fintech P2P Lending. TheCityUK menanggapi hal ini dengan antusias dan menyampaikan bahwa Indonesia menjadi salah satu fokus utama dalam portofolio investasi para member TheCityUK. Di hari yang sama, AFPI juga melakukan kunjungan ke Kuflink (UK Peer to Peer Lending Platform). Dalam diskusi berlangsung hangat dan insightful tersebut, ada beberapa hal menarik tentang fintech P2P lending di UK. Ternyata, mayoritas pemain fokus pada pinjaman beragunan (secured loan), baik untuk multiguna maupun pinjaman produktif dan beberapa platform P2P lending UK lainnya, seperti Zopa, telah beralih menjadi bank digital. Audiensi ini tentunya dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi anggota AFPI. Selang sehari kemudian, AFPI mengadakan pertemuan dengan Desra Percaya, Duta Besar Indonesia untuk Inggris dan Irlandia London, serta menutup hari terakhir kunjungannya dengan berpartisipasi pada kegiatan KADIN Fintech Dialogue. Dalam diskusi ini, menjelaskan peran krusial yang akan dimainkan oleh fintech P2P lending dalam mendorong Indonesia menuju masa keemasannya. Lanskap fintech P2P lending Indonesia sudah terbukti tumbuh, dengan perkiraan ±1,38 juta pemberi pinjaman dan ±125 juta peminjam, dengan total agregat penyaluran yang telah mencapai Rp829 triliun. Terpenting, fintech P2P lending telah muncul sebagai pendorong inklusi keuangan yang kuat di Indonesia. Terutama memperluas layanan keuangan ke segmen masyarakat yang underserved dan unbanked. Pemberdayaan ini sangat penting untuk mendorong kewirausahaan, menstimulasi ekonomi nasional, dan mempersempit credit gap, membuka jalan bagi Indonesia yang lebih inklusif dan sejahtera. (*)